aural archipelago

field recordings from around Indonesia

  • Map
  • Archive
  • aural archipelago
  • Donate
  • About
  • Friends + Inspirations
DSC06608.JPG

Jejak Salindru di Tanah Banjar: Gamalan Banjar di Barikin, Kalimantan Selatan

June 07, 2020 by Palmer Keen

Dengan bangga saya membagikan “guest post” oleh seorang etnimusikolog dari Banjarbaru bernama Novyandi Saputra. Novyandi, atau biasa disapa dengan nama “Nopi” adalah orang yang memandu perjalanan saya di Kalimantan Selatan tahun lalu, dan di kampung halamannya, Barikin (pusat gamalan Banjar) kami merekam komunitas gamelan yang dikelola oleh Nopi bernama Sanggar Anak Pandawa. Unggahan ini murni hasil kerja Nopi - saya (Palmer) menyediakan terjemahan dan membantu mengatur proses rekaman serta pengambilan foto dan video. Tulisan ini telah diunggah terpisah dalam versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk membaca versi Bahasa Inggris, klik di sini.

Gamalan Banjar is an often-overlooked gamelan form played by the Banjar people of South Kalimantan (the Indonesian part of Borneo.) Brought to the area from ...

Perjalan panjang gamalan Banjar tidak bisa dipungkiri berasal dari Majapahit, hal ini tertulis dalam beberapa buku seperti hikayat Banjar: A Study in Malay History (JJ. Rass: 1968) dan Wayang Banjar dan Gamelannya (Idwar Saleh: 1983/1984). Fakta-fakta tulisan tersebut kemudian sampai sekarang menjadi sumber rujukan utama untuk melihat masa datangnya gamelan di Kalimantan Selatan.

Dalam Naskah hikayat Banjar misalnya pada ayat ke 38 halaman tujuh dijelaskan sebagai berikut:

 “tah soedah kapaseban diboenjikan orang galaaijandjoer, maka radja kembali demikien djuga tatkala doedoek itoe dihadapan radja derie kirie tomonggong Tatah Djiwa diblakangnja itoe patih Baras dan patih Pasie patih Loeho patih doeloe diblakangnja itoe”. (Rass: 1968: 7)

Kata galaaijandjoer (Galaganjur) pada kalimat tersebut merujuk pada salah satu lagu dalam tabuhan rumpun gamalan Banjar keraton.  Dari kalimaat tersebut dapat dinyatakan bahwa gamelan sudah ada sejak Emu Jatmika tiba dan membangun kerajaan Nagara Dipa.  Lagu Galaganjur hingga sekarang baik pada rumpun gamalan Banjar keraton dan rumpun gamalan Banjar rakyatan hanya digunakan sebagai iringan pembesar negeri (Raja, tamu kehormatan) dan pengantin Banjar. 

WhatsApp Image 2020-06-07 at 4.08.04 PM.jpeg

Idwar Saleh kemudian dalam bukunya juga menjelaskan bahwa Empu Jatmika dan bangsawan dari Majapahit mendirikan kerajaan Nagara Dipa (daerah ini sekarang terletak di daerah Amuntai, HSU, Kalimantan Selatan) sekitar abad ke-12. Pada masa inilah awal masuknya kebudayaan Majapahit dengan segala macam keseniannya dan salah satunya adalah seperangkat gamelan. Gamelan didatangkan dengan wayang kulit dan juga topeng, orang yang membawanya adalah Raden Sekar Sungsang. Gamelan pada masa itu selain untuk ritual keagamaan Hindu juga sebagai iringan wayang kulit dan tari topeng yang mana tujuannya adalah untuk mempengaruhi masyarakat Banjar agar memeluk agama hindu dan memakai kebudayaan Majapahit (Saleh, 1984:1). 

Pada awalnya Gamalan Banjar terdiri dari dua versi yaitu gamalan Banjar versi keraton dan gamalan Banjar versi rakyatan. Secara mendasar perbedaan ini dilatarbelakangi oleh tempat dimainkannya gamalan tersebut, yaitu gamalan keraton hanya dimainkan pada lingkup istana Kesultanan Banjar sedangkan gamalan Banjar rakyatan dipertunjukan oleh masyarakat biasa dan untuk kalangan luas masyarakat. 

Pasca runtuhnya kesultanan Banjar tahun 1905 pada masa Sultan Muhammad Seman gamalan Banjar kemudian di wariskan pada keluarga Pagustian. Selain di miliki oleh keluarga pagustian, gamalan Banjar juga kemudian menyebar di kalangan masyarakat luar kesultanan yang terafiliasi pada kesenian damar wulan, Tari topeng wayang kulit, wayang gung, dan kesenian rakyat lainnya. 

Pantul alan-alan dan gamalan Banjar di acara tahun baru di Kandangan, 1905. Sumber: Troppenmuseum

Pantul alan-alan dan gamalan Banjar di acara tahun baru di Kandangan, 1905. Sumber: Troppenmuseum

Dari data Gambar di atas bisa dilihat bahwa kondisi gamalan Banjar tinggal beberapa instrument saja seperti sarun halus, gambang, babun, dawu, sarantam, agung halus, agung ganal dan Katuk. Beberapa instrument lainnya seperti sarun ganal, kanung, kangsi, dan sarun paking sudah tidak ada lagi. Sisa-sisa instrumen yang dimainkan ini bisa di pastikan berbahan gangsa (perunggu). Beberapa pernyataan pelaku dan pembuat gamalan Banjar menjelaskan bahwa budaya gamalan gangsa itu sudah tidak ada lagi seiring tidak ada lagi orang yang memiliki keahlian membuat gamalan gangsa. Gamalan Banjar di atas sudah di mainkan oleh masyarakat biasa dengan kesenian pantul alan-alan. Lagu-lagu yang digunakan juga lebih bebas dan membentuk dinamika yang ramai karena tujuan utamanya sebagai pertunjukan rakyat.

Gamalan Banjar Simangu Kacil pada masa keraton Nagara Daha (Gamalan Banjar versi keraton atau klasik)(koleksi museum wayang Indonesia, Jakarta)

Gamalan Banjar Simangu Kacil pada masa keraton Nagara Daha (Gamalan Banjar versi keraton atau klasik)

(koleksi museum wayang Indonesia, Jakarta)

Gamalan Banjar sekilas memiliki wujud dan bentuk yang mirip dengan gamalan yang ada di Jawa terkhusus pada gamalan yang berada di Keraton seperti Simangu kacil (2) dan Simangu Basar(3). Sedangkan gamalan yang berada di luar lingkungan keraton yang berkembang hingga sekarang ini mengalami perubahan dari segi bahan dan jumlah instrumen. Perubahan versi keraton (klasik) menjadi rakyatan dilandasi atas pernyataan yang termuat dalam penelitian Saleh (1983) bahwa Dalang Raden Arya Tulur merupakan orang pertama yang merubah gamalan Banjar dari yang awalnya berbahan perunggu menjadi berbahan besi. Hal utama yang melandasi perubahan itu adalah karean hilangnya kemampuan masayarat dalam melakukan pengolahan perunggu. 

Saleh juga memaparkan bahwa gamalan keraton atau klasik adalah gamalan yang ditabuh oleh masyarakat Banjarmasin (lingkungan Kesultanan Banjar) dengan bahan perunggu dan jumlahnya lengkap (Saleh, 1983: 59-64). Pada perkembangannya gamalan Banjar keraton sudah tidak populer lagi sehingga sangat jarang digunakan. Hal ini disebabkan karena hampir lagi Kesultanan Banjar sebagai pemangku kesenian tersebut.

image2.jpeg

Gamalan Banjar yang dimiliki pagustian masih cukup lengkap, itu bisa dilihat dari gambar di atas. Para pagustian yang ada di Banjarmasin masih menjaga gamalan-nya untuk iringan kesenian Damarwulan. Terlihat semua instrumennya masih berbentuk pencon tidak berbentuk lampar seperti pada gamalan-gamalan yang berbahan dasar besi.

Istilah gamalan Banjar ini kemudian mayoritas mengacu pada gamalan Banjar rakyatan. Hal ini barang tentu dikarenakan gamalan Banjar yang ada dan menyebar saat ini didominasi oleh gamalan Banjar rakyatan. Sedangkan gamalan Banjar keraton baru di revitalisasi oleh Sanggar adding Bastari pada tahun 2012 yang digunakan oleh Kasultanan Banjar sebagai iringan pada prosesi-prosesi adat Kasultanan Banjar.

WhatsApp Image 2020-06-07 at 4.08.46 PM.jpeg

Gamalan Banjar yang berkembang di Kalimantan Selatan sekarang ini merupakan gamalan-gamalan yang dibuat di desa Barikin. Menurut Sarbaini dalam wawancara menjelaskan bahwa Desa Barikin menjadi pusat pelarasan gamalan, pusat panggamalanan gamalan Banjar dan tempat para dalang-dalang terkemuka di Kalimantan Selatan sejak kesenian-kesenian keraton Nagara Daha dan Nagara Dipa dibawa keluar dari dalam lingkup keraton oleh Datu Taruna (DAH. AW. Sarbaini (4), wawancara, 12 maret 2015). Pendapat ini diperkuat dengan adanya pernyataan Suriansyah Ideham bahwa “... diperkirakan pada tahun 1525 Masehi, Barikin sudah menjadi sentral kesenian di bawah pimpinan Datu Taruna” (2005: 397).

Gamalan Banjar sendiri memiliki sistem 5 nada pentatonis yang oleh masyarakat di desa Barikin menyebut dengan Salindru Banjar. Peristilahan Salindru sendiri tentu tidak lepas dari asal muasal gamalan Banjar yang datang dari Majapahit (Sekarang Jawa). Salindru sendiri secara etimologi dan terminologi merupakan kata yang berasal dari Jawa yaitu sléndro merupakan sistem nada yang digunakan dalam dunia karawitan Jawa – khususnya Jawa Tengah. Hastanto menyatakan bahwa sistem nada ini termasuk dalam sistem nada pentatonis, yaitu sistem yang menggunakan lima nada (Hastanto, 2009: 24). Berdasarkan pemahaman tersebut maka gamelan Banjar merupakan bagian dari keluarga sléndro.

WhatsApp Image 2020-06-07 at 4.07.03 PM.jpeg

Perdebatan tentang asal mula ataupun awal kedatangan gamelan di tanah Banjar masih berlangsung hingga saat ini. Data-data yang digunakan dalam penelusuran para peneliti gamelan atau kesenian-kesenian berbasis keraton Hindu Budha hanya bersandar pada Hikayat Banjar yang ditulis JJ. Rass dan Tutur Candi yang ditulis dengan arab melayu didapatkan dari Ramli Nawawi, Banjarmasin yang diterjemahkan oleh Mohammad Saperi Kadir BA. Kedua sumber tertulis ini berasal dari tradisi Lisan masyarkat Banjar ini kemudian menjadi acuan utama hingga sekarang. 

Persoalan lain yang membuat literasi gamalan Banjar minim ditemukan adalah karena adanya anggapan masyarakat Banjar yang jauh dari budaya tulis dan nyaman dengan budaya lisan sehingga fakta-fakta seni yang melingkupi gamalan Banjar hanya disampaikan secara turun temurun oleh komunitas pemilik gamalan Banjar tertentu seperti di Barikin. Hingga sekarang gamalan Banjar berkembang luas di kalangan masyarakat untuk karasminan perkawinan, manyanggar, dan prosesi lainnya.

Penulis mencoba membuat konstruksi perjalanan gamalan Banjar baik dari fakta bunyi juga dari fakta dokumentasi yang ditemukan selama proses riset berlangsung. Tentu saja data-data tersebut masih banyak memiliki kekurangan dan masih bersifat debatable. Namun, melalui data-data tersebut kita semua dapat melihat tentang perjalana gamelan menjadi gamalan Banjar.

+++

2 Simangu Kacil merupakan gamalan Banjar peninggalan kerajaan Nagara Daha abad XIV (Nagara, Hulu sungai Selatan) yang berasal dari Majapahit. Keberadaaanya sekarang berada di Museum Fatahillah Kota Tua DKI Jakarta. Sering juga disebut Gamalan Laki.

3. Simangu Basar adalah gamalan Banjar yang merupakan hadiah dari kerajaan Demak pada Kerajaan Banjar abad XV (Kuin, Banjarmasin). Sering juga disebut sebagai Gamalan Bini.

4. Abdul Wahab Sarbaini merupakan keturunan langsung dari Datu Taruna yang membuka kampung Barikin Mewarisi peninggalan gamalan Banjar dan tuping. Sarbaini merupakan pemangku adat kesultanan Banjar pada bidang seni budaya dengan gelar Datu Astarapana Hikmadiraja (DAH).

June 07, 2020 /Palmer Keen
Comment
  • Newer
  • Older
Featured
DSC02828 copy.JPG
Mar 4, 2025
On the Hunt with Hatong: Buffalo Horn Music in Banten
Mar 4, 2025
Mar 4, 2025
DSC03881.JPG
Jan 9, 2025
Enter the Octagon: Hyperlocal Zither Drum Ensembles in Sumedang, West Java
Jan 9, 2025
Jan 9, 2025
DSC04064.JPG
Nov 24, 2024
Celempung Mang Jama
Nov 24, 2024
Nov 24, 2024
DSC03435.JPG
May 18, 2024
Pikon: Mouth Harp Music of Papua
May 18, 2024
May 18, 2024
DSC03347.JPG
May 5, 2024
Papuan Strings, Pt. 3: Wisisi
May 5, 2024
May 5, 2024
DSC03508.JPG
Apr 8, 2024
Papuan Strings, Pt. 2: Yorbo, Arnold Ap, and Musical Solace in Biak
Apr 8, 2024
Apr 8, 2024
Picture1.jpg
Oct 30, 2023
Stambul Fajar: Jalur Rempah
Oct 30, 2023
Oct 30, 2023
songgeri.jpg
Sep 5, 2023
Papuan Strings, Pt. 1: Songgeri
Sep 5, 2023
Sep 5, 2023
DSC09060 copy 2.JPG
Mar 20, 2023
Alas Ethnic Minority Music of Aceh: Bangsi Alas
Mar 20, 2023
Mar 20, 2023
DSC09195.JPG
Feb 26, 2023
Alas Ethnic Minority Music of Aceh: Canang Bulu
Feb 26, 2023
Feb 26, 2023
DSC09152.JPG
Nov 26, 2022
Alas Ethnic Minority Music of Aceh: Canang Situ
Nov 26, 2022
Nov 26, 2022
DSC09218.JPG
Jul 10, 2022
Alas Ethnic Minority Music of Aceh: Kecapi
Jul 10, 2022
Jul 10, 2022
DSC09806.JPG
Feb 16, 2022
Angklung Buncis: Mutual Aid and Music in the Fields of West Java
Feb 16, 2022
Feb 16, 2022
DSC09961.JPG
Dec 22, 2021
Suspended Traditions: A Calung Renteng Addendum
Dec 22, 2021
Dec 22, 2021
DSC06736.JPG
Aug 9, 2021
Harpa Mulut Nusantara [Mouth Harps of Indonesia]: Kuriding
Aug 9, 2021
Aug 9, 2021
DSC07611.JPG
Jul 26, 2021
Sounds of Madurese East Java, Pt. 2: Serbung
Jul 26, 2021
Jul 26, 2021
DSC07426.JPG
Jul 19, 2021
Harpa Mulut Nusantara [Mouth Harps of Indonesia]: Rinding Lumajang
Jul 19, 2021
Jul 19, 2021
DSC07538.JPG
Jul 12, 2021
Sounds of Madurese East Java, Pt. 1: Tong Tong Kerapan
Jul 12, 2021
Jul 12, 2021
DSC09264.JPG
Feb 11, 2021
Cokek: Sino-Javanese Syncretism on the North Coast of Java
Feb 11, 2021
Feb 11, 2021
THUMBNAIL.JPG
Dec 12, 2020
The Power of Drums: Jaipong Bajidoran Between Karawang and Subang
Dec 12, 2020
Dec 12, 2020
WhatsApp Image 2020-06-07 at 4.08.04 PM.jpeg
Jun 7, 2020
Traces of Salindru in Banjar Lands: Gamalan Banjar in Barikin, South Kalimantan
Jun 7, 2020
Jun 7, 2020
DSC06608.JPG
Jun 7, 2020
Jejak Salindru di Tanah Banjar: Gamalan Banjar di Barikin, Kalimantan Selatan
Jun 7, 2020
Jun 7, 2020
DSC05872.JPG
Oct 21, 2019
Dayak Halong Ritual Music in South Kalimantan, Pt. 3: Gamalan
Oct 21, 2019
Oct 21, 2019
DSC05929.JPG
Jun 21, 2019
Dayak Halong Ritual Music in South Kalimantan, Part 2: Kasapi
Jun 21, 2019
Jun 21, 2019
DSC05932.JPG
May 25, 2019
Dayak Halong Ritual Music in South Kalimantan, Pt. 1: Kelong
May 25, 2019
May 25, 2019
DSC00871.jpg
Feb 19, 2019
Tagonggong: Sounds from the Edge of Indonesia
Feb 19, 2019
Feb 19, 2019
DSC03354.jpg
Nov 30, 2018
The Many Sounds of Predi, a Minangkabau Artisan
Nov 30, 2018
Nov 30, 2018
DSC03083.jpg
Nov 24, 2018
Musical Journeys in West Sumatra: Gandang Sarunai on the South Coast
Nov 24, 2018
Nov 24, 2018
DSC03203.jpg
Nov 1, 2018
The Sound of Silek: Gandang Sarunai
Nov 1, 2018
Nov 1, 2018
2018_09_30_55092_1538285740._large.jpg
Oct 1, 2018
Palu and Donggala Earthquake and Tsunami Relief
Oct 1, 2018
Oct 1, 2018
Archive
  • March 2025
  • January 2025
  • November 2024
  • May 2024
  • April 2024
  • October 2023
  • September 2023
  • March 2023
  • February 2023
  • November 2022
  • July 2022
  • February 2022
  • December 2021
  • August 2021
  • July 2021
  • February 2021
  • December 2020
  • June 2020
  • October 2019
  • June 2019
  • May 2019
  • February 2019
  • November 2018
  • October 2018
  • September 2018
  • August 2018
  • June 2018
  • April 2018
  • March 2018
  • February 2018
  • December 2017
  • November 2017
  • October 2017
  • September 2017
  • August 2017
  • July 2017
  • June 2017
  • May 2017
  • April 2017
  • March 2017
  • February 2017
  • January 2017
  • December 2016
  • November 2016
  • October 2016
  • September 2016
  • August 2016
  • July 2016
  • June 2016
  • May 2016
  • April 2016
  • March 2016
  • February 2016
  • January 2016
  • December 2015
  • November 2015
  • October 2015
  • September 2015
  • August 2015
  • July 2015
  • June 2015
  • May 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • January 2015
  • December 2014
  • November 2014
  • October 2014
  • August 2014
  • June 2014
  • May 2014